Pornografi Rusak Otak Anak
GELOMBANG serbuan materi pornografi ke tengah-tengah masyarakat datang bak air bah. Datang silih berganti dalam hitungan detik. Terakhir yang menghebohkan video porno mirip Aril dan Luna Maya, serta Aril dan Cut Tari.
Merebaknya materi pornografi sangat mencemaskan. Penanganan yang dilakukan, baik oleh pemerintah, sekolah, maupun kalangan orang tua, masih seperti pemadam kebakaran. Penanganan masalah pornografi masih berkutat di bagian hilir, seperti razia ponsel di sekolah.
Demikian kesimpulan jumpa pers Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Yayasan Kita dan Buah Hati di Jakarta, kemarin, menanggapi merebaknya materi adegan mesum yang diduga dilakukan artis terkenal akhir-akhir ini.
Menurut Elly Risman dari Yayasan Kita dan Buah Hati, pornografi dapat merusak otak anak-anak, bahkan lebih jika dibandingkan dengan kerusakan dari narkoba.
"Pornografi adalah kokain lewat mata. Lebih buruk daripada narkoba yang hanya menyerang tiga bagian pada otak. Pornografi dapat merusak lima bagian otak," tuturnya.
Elly meyakini pornografi merusak otak anak yang belum memiliki perkembangan prefrontal cortex (PFC) yang sempurna.
Meski demikian, upaya menghukum anak yang kedapatan memperoleh materi pornografi, menurut Elly Risman, tidak menyelesaikan masalah. Upaya yang harus dilakukan adalah dengan mengajak dialog anak dan memberikan pengertian tentang masalah tersebut.
Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyesalkan maraknya peredaran video porno sehingga membahayakan anak-anak, dengan posisi anak-anak dalam kasus pornografi senantiasa menjadi korban.
"Kenapa mereka yang dihukum? Padahal mereka korban dari tayangan itu," kata Arist seraya menolak dilakukan razia ponsel di kalangan pelajar.
Khusus kepada figur publik yang diduga melakukan adegan mesum tersebut, Arist mengimbau jangan ngumpet. "Tampillah ke publik dan menyampaikan permohonan maaf," pintanya.
Di tempat terpisah, Ketua Satgas Perlindungan Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Rachmat Sentika menjelaskan setiap anak yang sedang dalam masa pertumbuhan mencapai kedewasaan akan mengalami tumbuh kembang otak dengan pesat hingga usia enam tahun.
Kemudian, setelah usia enam tahun, anak akan merekam semua pengalaman yang dilihatnya. Karena itu, pengalaman yang masuk ke otak anak akan sulit untuk dihapus. "Pengalaman menonton video porno bagi anak ibarat penyakit yang tidak ada obatnya," ungkapnya.
Siapkan PP
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengaku risau dengan maraknya materi pornografi. "Kasus video porno artis membuka mata kita bahwa bangsa ini tengah kehilangan identitas dan mengalami krisis moral. Menyikapi itu, peraturan pemerintah ini langsung kita kebut," ujarnya.
PP yang akan dituntaskan Oktober mendatang merupakan turunan dari Pasal 16 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 16 mengatur soal perlindungan terhadap korban pornografi dan pelaku anak. (SN/IK/*/X-6)